Pages

Wednesday, February 22, 2012

Bangkitlah PNJ ku.....

Menyimak tulisan Bapak Hadiwaratama (Bandung, 17 Mei 2010) yang diposting oleh Bapak Mochammad Soleh pada tanggal 14 Februari di FB Forum Staf Pengajar PNJ, memang kita merasa „ngenes“ dan „nelongso“ melihat kondisi Politeknik saat ini. Kini saatnya kita yang merasa „peduli“, „memiliki“ dan „tahu“ tentang Politeknik harus segera bersatu menyamakan persepsi dan bangkit untuk mengembalikan Politeknik pada titahnya (tujuan semula) seperti yang disarankan oleh Bapak Hadiwaratama (saya menjuluki beliau sbg „Bapak Politeknik“) agar sejarah Politeknik tidak berakhir. Saya yakin, Politeknik di Indonesia tidak akan berakhir karena saya melihat ada beberapa trend yang perlu dicermati:
1. Bapak Hadiwaratama mengatakan bahwa Pak Kokok (satu-satunya alumni Politeknik yang telah jadi mantan Direktur Polman) sekarang sedang ditugaskan oleh Dikti untuk memimpin pembangunan 14 Politeknik baru bersama Pemda-Pemda setempat. Hal ini berarti bahwa Politeknik di Indonesia tidak akan berhenti, namun sebaliknya akan semakin bertambah banyak. Saya yakin, Pak Kokok dan timnya (teman-teman di Polman) mampu membangun 14 Politeknik tersebut seutuhnya sesuai „jiwa“ dan „pola fikir“ Politeknik. Karena, kebetulan saya sering ngobrol dengan Pak Kokok dan teman-teman dari Polman dan 6 Politeknik lainnya (Poltek USU, UNSRI, UI, ITB, UNDIP, dan UNIBRAW) saat kami sama-sama kuliah di Technikum di Swiss (sekarang namanya Fachhochschule (FH) / University of Applied Science) sebagai penerima beasiswa dari Politeknik/Swisscontact (1984-1990) tentang bagaimana mengembangkan Politeknik di Indonesia. Saat di Swiss, kami selalu diingatkan oleh Swisscontact bahwa kami harus pulang dan mengembangkan Politeknik di Indonesia karena Politeknik di Indonesia didesain dengan mengadopsi sistim pendidikan Technikum di Swiss (identis dengan Fachhochschule (FH) di Jerman) yang merupakan jalur pendidikan “skill oriented” bukannya “science oriented” seperti Universitaet atau Technische Hochschule (TH). Saat itu, kami semua memiliki persepsi yang sama tentang sistim pendidikan Technikum/FH/University of Applied Science di Swiss dan Jerman dan bertekad untuk menjadikannya sebagai “jiwa” dan “pola fikir” Politeknik di Indonesia. Ternyata kemudian, Pak Kokok dan teman-teman di Polman langsung bisa menerapkannya karena Pak Hadiwaratama banyak mengirim personilnya ke Swiss dan Jerman setiap tahun untuk kuliah dan job training. Polman bisa langsung “take off” karena sebagian besar personilnya sudah memiliki “jiwa” dan “pola fikir” yang sama, yaitu jiwa dan pola fikir University of Applied Science/Politeknik. Tambahan lagi, Polman hanya memiliki 1 (satu) jurusan saja, yaitu jurusan teknik mesin. Sedangkan teman-teman dari Politeknik lainnya (termasuk saya di PNJ) kesulitan untuk menerapkan dan menularkan “jiwa” dan “pola fikir” tersebut karena lingkungan kami sangat majemuk, seperti kami memiliki beberapa jurusan (tidak hanya satu jurusan), dosen-dosennya lulusan dari berbagai perguruan tinggi yang notabene bukan jalur pendidikan “skill oriented”, dan kami hanya memiliki maksimum 3 personil yg lulusan Technikum di Swiss. Di PNJ saja, kami hanya memiliki 2 (dua) personil lulus Technikum, namun satu personil tidak balik ke PNJ. Sehingga, kami seperti “david” melawan “goliath”. Selain itu, Bapak Hadiwaratama tetap konsisten mempertahankan “jiwa” dan “pola fikir” Politeknik di Polman sehingga menjadikan Polman sebagai Politeknik yang berhasil di Indonesia saat ini. Hal tersebut pernah saya ceritakan kepada Bapak Hadiwaratama saat saya menjemput beliau di Legenda Wisata ketika beliau kami undang jadi pembicara pada acara Seminar Dasawarsa PNJ di kampus PNJ Depok. Pada saat itu beliau hanya bilang, keberadaan Politeknik saat ini seperti jari keenam yang tumbuh di tangan kita. Dipotong sayang, tapi sudah terlanjur tumbuh, jadi dibiarkan saja oleh Pemerintah….
Namun kenyataannya sekarang, DIKTI sedang membangun 14 Politeknik lagi. Apakah kita akan membiarkan jari-jari tersebut tumbuh berkembang tanpa ada fungsi/manfaatnya? Sepertinya kita akan sibuk membantu Pak Kokok dan timnya membangun Politeknik di seluruh Indonesia karena saya yakin mereka punya keterbatasan apabila pembangunan Politeknik di seluruh Indonesia semakin bertambah dan saya tahu PNJ pun punya potensi untuk melakukannya!. PNJ memiliki personil-personil yang sudah memiliki “jiwa” dan “pola fikir” Politeknik, namun sepertinya sudah lama tidak diberdayakan dan hampir pupus, sehingga sekarang menjadi ragu. Ayo bangkit dan jangan ragu kawan !!! Kita pasti bisa memajukan PNJ minimal seperti Polman !!!
2. Lulusan PNJ sudah mencapai ribuan dan banyak yang sudah memangku jabatan dan memegang keputusan di Industri, namun belum diberdayakan secara maksimal (http://www.pnj.ac.id/warta/index.php?id=92&topik=alumni). Saya yakin, dengan komunikasi yang aktif dan effektif dengan alumni, PNJ akan bisa lebih maju. Tidak cukup dengan temu alumni saja (insidental), tapi harus dibuat kegiatan (program) rutin yang melibatkan alumni, PNJ dan senat mahasiswa. Menurut teman-teman di Polman, sebagian besar order pekerjaan di peroleh dari alumni Polman, baik dalam maupun luar negeri. Saya kenal seorang alumni Polman yang bekerja di Swiss selalu memberi pekerjaan pembuatan komponen dashboard kereta api Swiss ke Polman. Dia bersedia untuk menjajaki kerjasama dengan PNJ dan saya sudah menyampaikannya ke PNJ. Tapi sayang, PNJ tidak pernah menghubunginya. Mungkin PNJ belum memiliki budaya „jemput bola“. Demikian pula, saat saya menginformasikan kemungkinan pemberian beasiswa kuliah S2 di ETH Zurich, Swiss bagi lulusan D4 PNJ, sayapun tidak pernah mendengar tindak lanjutnya.
3. PNJ telah dikenal oleh banyak industri dan sudah memiliki banyak kerjasama industri. Namun, belum dimanfaatkan secara maksimal. Masih sebatas untuk memperoleh revenue saja, khususnya penghasilan tambahan bagi dosen. Belum dimanfaatkan untuk kegiatan di bidang akademik dan lainnya, seperti: menyediakan lapangan pekerjaan bagi lulusan PNJ secara berkesinambungan, menjadikan industri sebagai donatur penyediaan alat-alat lab dan bengkel serta sebagai sponsor pendanaan tugas akhir (TA) agar TA mahasiswa kita lebih berbobot dan bisa dikomersialkan, menyediakan tempat PKL mahasiswa di industri, menjadikan industri sebagi tempat untuk meningkatkan skill dosen dan staf administrasi, dll.

Sebagai penutup, kunci penting keberhasilan Politeknik adalah (1) kerjasama industri yang kuat dan (2) menjadikan lab/bengkel sebagai “profit centre” (bukannya “budget centre” seperti yg selama ini dilakukan) dan “skill building” bagi mahasiswa. Caranya, materi praktek di laboratorium dan bengkel di susun untuk menghasilkan produk yang dipesan oleh industri atau yang bisa dijual di industri. Hal ini telah dilakukan oleh Polman dan terbukti hasilnya. Memang, untuk melakukan semua itu dibutuhkan SDM yang berkualitas, Manajemen yang baik, dan Teknologi/peralatan yang handal. Kita perlu banyak bebenah. Namun saya yakin, dengan memiliki „jiwa“ dan „pola fikir“ Politeknik, keinginan untuk bekerja keras dan cerdas, saling gotong-royong dan menghargai (tanpa saling menghujat dan berkelompok), PNJ bisa lebih maju dari sekarang dan lebih bermanfaat bagi kita semua, bangsa dan negara Indonesia. Semoga......Amien YRA.

No comments:

Post a Comment